Waktu pun berjalan
begitu cepat, tak terasa usia semakin meningkat. Ya, terutama pada diriku yang
sekarang berusia 18 tahun. Sebut saja namaku Lusi. Aku masih duduk di kelas
akhir tingkat SMA. Katanya aku siswi yang bisa di bilang pandai di sekolah.
Namun, Aku adalah putri bungsu dari
keluarga yang amat sederhana. Dengan 2 bersaudara, aku dan kakak laki-lakiku. Hidup
di suatu daerah nan terpencil pada atap sebuah gubuk. Orangtuaku bekerja
sebagai serabutan. Banting tulang kesana-kemari demi menghidupi keluarganya.
Aku hidup berdampingan dengan gubuk nenek dan kakekku.
Tepat tahun 2012, tahun
yang begitu menggemparkan bathin manusia di seluruh dunia. Desas-desus tentang
kiamat yang diramalkan oleh Suku Maya ini, mencekam hati setiap insan. Bahwasanya
dunia akan hancur dengan dahsyatnya.
“Ahhh........ itu hanya
isu saja. Hanya Tuhan yang tahu hal abstrak ini” Pikirku dalam hati ketika
melihat berita tentang ramalan kiamat itu.
**
Ayam jago pun berkokok.
Matahari menyapa dunia dengan senyumnya. Burung-burung bernyanyi dengan suara
merdunya. Aku terbangun, kemudian berangkat sekolah. Saat istirahat, salah satu temanku dengan badan yang gagah,
tinggi, ganteng dan putih menghampiriku,
“Heiii lusi, kenapa kau
diam saja?” Tanyanya
“Eh kamu Roy, nggak
apa-apa ko.” Jawabku dengan detak jantung yang begitu kencang karena jujur aku
menyukainya.
“Ayolah.... bilang
saja, barangkali aku bisa bantu.” Rayunya sambil memegang pundakku.
“Aku bingung, bingung
banget. Bisa-bisa kepala ini pecah!!!” Jawabku dengan nada tinggi
“Kenapa emang?”
Tanyanya kembali.
“Aku belum bayar SPP,
aku nggak tau ikut ulangan apa nggak.......” Jawabku dengan sedih.
“Oh My God, tenang
saja. Aku punya usaha yang bagus. Usaha yang bisa merubah kehidupanmu. Pokoknya
kamu bakalan tertarik deh.” Jawabnya dengan semangat.
“Emang usaha apa?”
Tanyaku penasaran.
“Pulang kamu ada acara
nggak? Kalau nggak ada acara nanti bakal aku jelasin deh dirumahku. Ayolah, mari
kita bareng-bareng membangun istana kesuksesan. ” Rayunya.
Mendengar kata-kata
puitis yang tersirat kegombalan itu, hati ini terasa melayang ke cakrawala.
Di perjalanan menuju rumahnya,
aku terus bertanya-tanya kepada Roy. Setiap kali aku bertanya, Roy selalu
menjawab “nanti saja disana”. Sebel banget bathin ini mendengar pernyataan itu.
Setelah sampai rumahnya, ia langsung menjelaskan kepadaku. Wow, aku begitu
takjub dan tertarik banget tentang usaha itu. Hari itu pun, aku mulai bergabung
usaha itu.
**
Setiap hari sepulang
sekolah, aku menjalankan usahanya. Banyak hal yang didapat dalam usaha itu
misalnya penghargaan, kesehatan, pengembangan diri dan finansial. Aku sungguh
lebih semangat dari pada hari-hari sebelumnya. Aku senantiasa berfikir positif
bahwa aku pasti bisa. Namun, dalam menjalankan usahaku ini, aku terkadang
pulang malam.
Kala nenekku jatuh
sakit sekitar bulan Agustus mendekati bulan Ramadhan, aku izin tidak ikut
sementara agenda-agenda usaha. Aku sangat sedih melihat nenek yang sudah
terbujur tak berdaya di kasur. Makan pun tidak bisa hingga dibantu dengan
menggunakan sedotan. Dalam hati, ingin banget membawa nenek ke rumah sakit,
namun apa daya tak punya biaya. Tepat pukul 02.31 WIB, Tuhan lebih sayang
kepada beliau hingga di panggil olehNYA. Semua keluarga dalam keadaan berduka.
Kini kita menyambut hari Raya Iedul Fitri tanpa kehadiran seorang nenek disisi.
Hari-hari terus
berlalu, sambil berjalan minum air. Ya, aku bersekolah sambil berusaha. Kala
Bulan Oktober tiba, Ujian pun datang kembali menerka keluarga kita. Kakek
tersayang yang mengasihi kita, kini menyusul nenek yang sudah menjadi bidadari
di syurga. Kini hari Raya Iedul Adha tanpa sang kakek.
**
Bulan berganti bulan,
begitu banyak kejadian di masa lampau yang sungguh mengiris hati. Kini di
tambah kejadian yang sangat tidak dibayangkan olehku sebelumnya. Aku sungguh
kaget, ketika ibuku mengalami hal yang sama kala waktu aku masih balita.
Kejadian yang sungguh menggemparkan seluruh masyarakat di daerah itu. Ibuku ada
yang bilang terkena guna-guna atau apalah semacam itu. Tingkah lakunya yang
aneh, tutur katanya yang keras hingga kadang kala menangis dengan
rerintihannya. Aku sampai tidak fokus dengan sekolah dan usahaku.
“Mamah ini sebenarnya
tidak di guna-guna, cuma faktor kelelahan. Lihat saja tubuhnya yang begitu
rapuh dan kusut. Dengan daging tumbuh yang senantiasa ada di sekujur dada dan
tubuh hingga menggerogotinya. Ibu perlu refreshing
yang banyak misalnya ke daerah pegunungan sambil terapi disana. Usulku,
mendingan sekarang bawa saja ke daerah Sumadi.” Jelas kakakku.
“Iya nggak apa-apa nak.
Kebetulan ayah punya uang.” Jawab ayahku.
Ibuku langsung dibawa
ke daerah tersebut. Aku tidak ikut
mengantarnya karena menjaga rumah. Untaian doa terus aku panjatkan kepada Allah
untuk kesembuhan ibuku. Hingga aku tertidur di malam hari.
“BIADAB!!!!!!!!!!!!!”
aku langsung terbangun dan kaget mendengar kata-kata itu dan ternyata
menunjukan pukul 23:56 WIB.
Ibuku mengamuk dengan
kata-kata kotor dan kasar yang dilontarkannya, energinya begitu kuat sampai tak
ada seorang pun yang mampu menghentikannya. Kadang ia mengaung seperti srigala,
menggonggong seperti anjing dan banyak kejadian kejadian aneh yang ia tampilkan
ke kita.
“Ya Allah....... miris
banget melihat kejadian ini. Sembuhkan ibu Ya Rabb” Doaku dalam hati.
Aku terus berdoa,
keluarga pun terus mendoakannya. Namun semakin hari, semakin menjadi. Ibuku
malah bertindak sungguh sangat aneh. Terus ngomong yang tak jelas, tertawa, dan
menangis. Aku sungguh sangat , sangat dan sangat sedih. Bathin ini tidak konsen
untuk memikirkan yang lain. Sampai nilai ulanganku turun drastis dan usahaku
terhambat. Aku tidak peduli itu, yang aku pedulikan saat ini adalah bagaimana
ibuku sembuh.
Haripun berjalan dengan
cepatnya, tepat hari Minggu, 16 Desember
2012. Bulan dimana katanya detik-detik kiamat yaitu menuju tanggal 21 Desember
2012. Saat ku lihat ibuku, ternyata ibu tidak lagi bersuara. Tidak bisa makan
bahkan minum. Lemas, lelah, rapuh dan kusut badannya. Sinar matanya nan indah
tak bisa tuk menerawang indahnya dunia. Hembusan nafas, denyut nadi dan detak
jantungnya nan begitu sangat lemah. Tubuhnya pun terbujur tak berdaya.
“Lusi, cepat panggil
saudara yang lain. Soalnya ini nggak ada harapan lagi tuk hidup” Pinta
tetanggaku yang memperkirakan ibuku tidak akan lama lagi hidup.
“Ya Allah........ aku
sungguh nggak tega melihat ibuku kaya gini. Ibuku sudah nggak berdaya lagi. Aku
belum bisa membahagiakan beliau. Ya Allah, aku percaya keajaibanmu akan datang.
Ibuku nggak akan pergi meninggalkanku karena aku belum menjunjung tinggi
beliau. Sembuhkanlah Ya Rabb” doaku.
Aku tak henti-hentinya
menangis sambil berdoa dengan penuh pengharapan kepada Allah yang punya
segala-galanya. Aku mengharapkan ada keajaiban yang bisa membangkitkan power pada ibuku. Linangan air mata terus
mengalir membasahi pipih hingga ke pakaianku. Ini sungguh bagiku sebuah kiamat,
Kiamat dalam kehidupanku. Dari ditinggal nenek, kakek dan detik-detik ibuku.
Tapi, aku mengharapkan ibuku jangan sampai dipanggil sebelum aku bisa
membahagiakannya.
Kala hati bak teriris
dengan samurai. Tiba-tiba, mendengar angin segar dari sang dokter yang selesai
memeriksanya bahwa ibuku hanya kurang darah dan masih ada kemungkinan hidup
dengan terapi.
Setelah beberapa hari
berlalu, akhirnya ibuku sembuh. Kini ibuku bisa beraktifitas dengan lancarnya.
Aku makin sayang banget sama ibuku, aku berjanji ingin membahagiakan kedua
orangtuaku. kejadian tahun 2012 ini, menjadikanku sebagai anjing gila dalam pelayaran
hidupku. kala aku tak sanggup, lelah dan menyerah dalam menggapai asa, aku
senantiasa melihat dan mengenang masa lalu itu sebagai motivasiku. Aku selalu
ingat kata-kata dari Roy,
“Mendingan kita
korbankan waktu kita sekarang dan jangan pernah putus asa. Inget, kita akan
menyesal kalau kita belum mempersembahkan hal yang terindah buat orangtua atau
orang yang kita sayangi, karena faktor mereka sudah di panggil olehNYA.
Berhubung belum terlambat, semangatlah dalam menggapai asa kita”
**
Aku terus berjuang
dalam usahaku. Beberapa tahun kemudian, usahaku berkembang dengan pesat. Sungguh kenikmatan yang luar biasa, kejadian
yang pahit “2012” itu, menjadikan kehidupanku lebih manis. Aku kini bisa
membangun rumah sendiri, menghajikan orangtuaku dan taraf kehidupanku semakin
lebih baik. Aku bersyukur kepada Allah atas apa yang aku dapatkan selama ini
dan kejadian yang telah memberi hikmah yang luar biasa. Ternyata, sepahitnya
pengalaman itu akan menjadikan kita sebagai cambuk untuk kedepan yang lebih
baik.